PT Bank Mandiri merupakan
salah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berdiri pada tanggal 2 Oktober 1998.
Berawal dari pengambilalihan kepemilikan saham atas empat bank pemerintah, Bank
Mandiri akhirnya memiliki aset, pinjaman, dan deposit terbesar di Indonesia.
Analisis
Konsolidasi
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang
mengakibatkan aktiva dan passiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih
karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status
badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Bank
Mandiri berdiri pada tanggal 2 Oktober 1998 sebagai bagian dari program
restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia.Bank
Mandiri merupakan salah Bank yang terbesar di Indonesia. Pada bulan Juli 1999,
empat bank milik Pemerintah yaitu, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank
Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia, melakukan konsolidasi
dan membentuk Bank baru dan berubah.Bank Dagang Negara merupakan salah satu
Bank tertua di Indonesia. Sebelumnya Bank Dagang Negara dikenal sebagai
Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij yang didirikan di Batavia (Jakarta)
pada tahun 1857. Pada tahun 1949 namanya berubah menjadi Escomptobank NV.
Selanjutnya, pada tahun 1960 Escomptobank dinasionalisasi dan berubah nama
menjadi Bank Dagang Negara, sebuah Bank pemerintah ynag membiayai sektor
industri. Bank industri ini merupakan Bank yang berhubungan dengan bidang jasa
industri.
Bank
Bumi Daya didirikan melalui suatu proses panjang yang bermula dari
nasionalisasi sebuah perusahaan Belanda De Nationale Handelsbank NV, menjadi
Bank Umum Negara pada tahun 1959. Pada tahun 1964, Chartered Bank (sebelumnya
adalah Bank milik Inggris) juga dinasionalisasi, dan Bank Umum Negara diberi
hak untuk melanjutkan operasi Bank tersebut. Pada tahun 1965, bank umum negara
digabungkan ke dalam Bank Negara Indonesia dan berganti nama menjadi Bank
Negara Indonesia Unit IV beralih menjadi Bank Bumi Daya. Sejarah Bank Ekspor
Impor Indonesia (Bank Exim) berawal dari perusahaan dagang Belanda
N.V.Nederlansche Handels Maatschappij yang didirikan pada tahun 1842 dan
mengembangkan kegiatannya di sektor perbankan pada tahun 1870. Pemerintah
Indonesia menasionalisasi perusahaan ini pada tahun 1960, dan selanjutnya pada
tahun 1965 perusahan ini digabung dengan Bank Negara Indonesia menjadi Bank
Negara Indonesia Unit II. Pada tahun 1968 Bank Negara Indonsia Unit II dipecah
menjadi dua unit, salah satunya adalah Bank Negara Indonesia Unit II Divisi Expor
– Impor, yang akhirnya menjadi Bank Exim, bank Pemerintah yang membiayai
kegiatan ekspor.
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) berawal dari Bank
Industri Negara (BIN), sebuah Bank Industri yang didirikan pada tahun1951. Misi
Bank Industri Negara adalah mendukung pengembangan sektor – sektor ekonomi
tertentu, khususnya perkebunan, industri, dan pertambangan. Bapindo dibentuk
sebagai bank milik negara pada tahun 1960 dan BIN kemudian digabung dengan Bank
Bapindo. Pada tahun 1970, Bapindo ditugaskan untuk membantu pembangunan
nasional melalui pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang pada sektor
manufaktur, transportasi dan pariwisata.
Bertitik tolak pada pada pengertian yang dikemukakan
pada pasal 1 angka 9 UUPT 2007 maupun pasal 1 angka 1 PP No. 27 Tahun 1998
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Penggabungan antara Bank Bumi Daya,
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Bank Dagang Negara dan Bank Ekspor Impor
merupakan merger dari 2 perseroan yang yang digabungkan menjadi satu perseroan.
Setelah Bank-bank tersebut setuju untuk digabungkan menjadi satu Bank yang saat
ini disebut sebagai Bank Mandiri yang mempunyai akta pendirian tanggal 2
Oktober 1998 yang disahkan oleh Menteri Kehakiman No. C2-16561 HT 0.1 Th 98,
maka saat itu juga tindakan hukum penggabungan ditiadakan. Bank yang melakukan
penggabungan tersebut bukan suatu peleburan karena hanya diterbitkan menjadi 1
Perseroan dan tidak membentuk perseroan baru. Yang masih bertahan dan masih
berjaya hingga saat ini adalah Bank Mandiri dan Bank Bumi Daya,Bank Pembangunan
Indonesia,Bank Dagang Negara, karena hukum berakhir tanpa memerlukan liquidasi
terlebih dahulu.
b. Akibat hukum terhadap aktiva dan
passiva adalah bahwa Bank Bumi Daya, Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Bank
Dagang Negara dan Bank Ekspor Impor setuju untuk menggabungkan diri yang
dimasukkan menjadi perseroan yaitu Bank Mandiri yang disahkan oleh hukum.
Akibat hukum terhadap pemegang saham adalah bahwasanya pemegang saham Bank
yang menggabungkan diri, karena hukum atau demi hukum menjadi pemegang saham
pada Bank Mandiri yang seutuhnya, dan selanjutnya Bank Mandiri yang meneerima
penggabungan akan melakukan RUPS dan membuat organ-organ baru berdasarkan Rapat
umum pemegang saham.
Setelah
Bank-bank yang dimerger menjadi Bank Mandiri maka selanjutnya akan ada
rancangan penggabungan berdasarkan pasal 7 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998 yang
kemudian diubah dalam pasal 123 ayat 1 dan ayat 3 Tahun 2007 yakni tentang
Rancangan Penggabungan dan yang menerima Penggabungan adalah Direksi Bank
Mandiri.
Rancangan penggabungan yang disetujui oleh RUPS dapat dituangkan
dalam akta penggabungan berdarkan pasal 128 ayat (1) yang dituangkan dalam akta
penggabungan.
Contoh Kasus Akuisisi
Aqua yang diakuisisi oleh Danone.
Contoh pertama dari kasus akuisisi adalah Aqua yang merupakan produsen
air minum dalam kemasan terbesar di Indonesia. Dimana merek Aqua sudah identik
dengan air minum. Dimana ketika seseorang hendak menyebut air minum. Mereka
lebih cenderung mengatakan Aqua meskipun sebenarnya mereknya berbeda.
Aqua
adalah sebuah merek air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi oleh Aqua
Golden Mississipi di Indonesia sejak tahun 1973. Selain di Indonesia, Aqua juga
dijual di Singapura. Aqua adalah merek AMDK dengan penjualan terbesar di Indonesia
dan merupakan salah satu merek AMDK yang paling terkenal di Indonesia, sehingga
telah menjadi seperti merek generik untuk AMDK. Di Indonesia, terdapat 14
pabrik yang memproduksi Aqua. Pada tahun 1998, karena ketatnya persaingan dan
munculnya pesaing-pesaing baru, Lisa Tirto sebagai pemilik Aqua Golden
Mississipi sepeninggal ayahnya Tirto Utomo, menjual sahamnya kepada Danone pada
4 September 1998. Akuisisi tersebut dianggap tepat setelah beberapa cara
pengembangan tidak cukup kuat menyelamatkan Aqua dari ancaman pesaing baru.
Langkah ini berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA
sebagai produsen air mineral dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia.
Pada tahun 2000, bertepatan dengan pergantian milenium, Aqua meluncurkan produk
berlabel Danone-Aqua. Pasca Akuisisi DANONE meningkatkan kepemilikan saham di
PT Tirta Investama dari 40 % menjadi 74 %, sehingga Danone kemudian menjadi
pemegang saham mayoritas Aqua Group.
Analisis PT
Danone
Pengambilalihan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan
untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
atas persoan tersebut. Perbuatan hukum pengambilalihan tersebut termasuk bidang
hukum kontrak atau hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata dalam pasal
(1313-1319) tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu persetujuan.
Pada
tahun 2001 Danone meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama dari 40
% menjadi 74% sehingga Danone kemudian menjadi pemegang saham mayoritas dalam
Aqua grup dan menghadirkan kemasan botol kaca baru 380 ml. Banjir besar yang
melanda Jakarta pada awal tahun menggerakkan perusahaan untuk membantu
masyarakat dan juga karyawan yang terkena musibah. Nah dalam peningkataan saham
tersebut sudah termasuk dalam perbuatan
hukum pengambilalihan yang dapat dialihkan oleh badan melalui Direksi ataupun
pemegang saham PT Tirta Investama yang kemudian dipegang oleh Danone (PT Aqua
group) hingga saat ini yang dinyatakan dalam Pada pasal 125 ayat (2).
Mengenai
subjek dan kuantitas pengambilalihan saham dapat diklasifikasikan dalam pasal 1
angka 11 UUPT 2007. Yang menjadi subjek kesepakatan pengambilalihan adalah
antara Danone (Aqua Group) dan PT Tirta Investama dimana adanya kesepakatan
pengambilalihan saham sebesar 34% oleh Danone.
Akibat
hukum pengambilalihan saham tidak mengakibatkan Perseroan yang diambil saham
nya yaitu PT Investama menjadi bubar atau berakhir. Perseroan tersebut tetap
valid sepert sediakala, hanya sahamnya saja yang berkurang dan beralih. Dalam
hal ini yang terjadi adalah peralihan pemegang saham atau pengendalian
perseroan kepada pihak Aqua Group. Berdasarkan pasal 126 ayat (1) perbuatan
hukum pengambilalihan wajib mementingkan keterangan berikut yakni:
1. Perseroan,pemegang saham minoritas,
dan karyawan perseroan
2. Kreditor dan mitra usaha lainnya
perseroan
3. Masyarakat dan persaingan sehat
dalam melakukan usaha.
Dalam hal saham yang diminta atau dibeli oleh Danone merupakan
suatu hak yang wajar karena dibeli dari PT Tirta Investama dengan syarat yang
tidak merugikan berasarkan pasal 62 UUPT 2007. Pada dasarnya hak ini merupakan
salah satu bentuk perlindungan terhadap pemegang saham. Akan tetapimsesuai
dengan ketentuan pasal 123 ayat (3) pelaksanaan hak meminta sahamnya dibeli
dengan hak wajar,tidak menghentikan proses pelaksanaan pengambilalihan. Nah
untuk contoh lain mengenai pengambilalihan adalah PT Semen Gresik dan Thang
Long Cement.
Contoh Akuisisi PT. Semen Gresik dan Thang Long Cement
PT Semen
Gresik Tbk (SMGR) melakukan akuisisi dengan perusahaan semen asal Vietnam,
Thang Long Cement. Rencananya akuisisi tersebut akan selesai pada pertengahan
Desember 2012.Direktur Utama Semen Gresik Dwi Sutjipto menjelaskan akuisisi ini
masih merupakan kesepakatan penjualan dan pembelian bersyarat (conditional
sales purchase and agreement/CSPA) dengan Ha Noi General Export Import Joint
Stock Company (Geleximco) yang merupakan holding dari Thang Long Cement."Investasi
ini merupakan langkah strategis untuk mewujudkan perseroan sebagai perusahaan
persemenan regional. Selain itu akuisisi ini akan menjadi tonggak awal dalam
ekspansinya di luar Indonesia," kata Dwi di kantor Kementerian BUMN
Jakarta, Rabu (14/11/2012).Menurut Dwi, perseroan yakin pertumbuhan ekonomi
Vietnam dan negara-negara Asia Tenggara lainnya akan didukung oleh peningkatan
kegiatan proyek atau konstruksi serta rencana-rencana pemerintah yang besar.
Serta akan menciptakan pertumbuhan yang kuat di industri semen.
Di sisi
lain, kerjasama ini akan menjadi tonggak bagi perluasan pertama yang dilakukan
di pasar regional, dan menandai hubungan bilateral yang penting antara
Indonesia dan Vietnam. Dengan pengamanan cadangan bahan baku, serta
pengembangan pabrik baru di lokasi yang strategis dan berteknologi modern,
Thang Long Cement langsung memberikan tambahan kapasitas dan cadangan batu
kapur bermutu tinggi yang sangat mencukupi.
"Hal ini akan memperkuat posisi pasar regional
dan memungkinkan kami untuk lebih berdaya saing sebagai antisipasi perdagangan
bebas Asia yang akan datang," tambahnya.
Thang Long Cement (TLCC) merupakan salah satu
perusahaan penghasil semen terkemuka di Vietnam dengan total kapasitas produksi
2,3 juta ton per tahun, dihasilkan dari pabrik yang baru dengan teknologi
terkini, berlokasi di Provinsi Quang Ninh, yang dilengkapi juga dengan
fasilitas penggilingan semen di daerah pinggiran kota Ho Chi Minh.
Jarak yang
dekat antara pabrik semen di Quang Ninh dengan pelabuhan laut dalam Cai Lan,
fasilitas penggilingan ke jalur sungai menuju delta Mekong, serta jalan raya
antar wilayah dan pelabuhan internasional, menjamin efektifitas biaya sistem
distribusi. Jumlah cadangan bahan baku yang besar menjamin kecukupan pasokan
bahan baku menjamin kecukupan pasokan bahan baku untuk memenuhi pertumbuhan
kapasitas dan target produksi semen di masa yang akan datang. Thang Long Cement
memiliki tambahan dua ijin pengembangan pabrik baru di provinsi Quang Ninh dan
Binh Phuoc, Vietnam.
SMGR dan Geleximco
bersama-sama akan mengembangkan kedua pabrik tersebut melalui anak perusahaan
Thang Long Cement. Tambahan dua pabrik tersebut merupakan potensi dalam
meningkatkan kapasitas TLCC menjadi 6,5 juta ton, untuk memenuhi kenaikan
permintaan pasar domestik Vietnam, sekaligus merupakan potensi untuk memenuhi
kekurangan pasokan di pasar regional.Tambahan aset tersebut akan meningkatkan
secara signifikan jejak SMGR di kancah internasional. Vu Van Tien, chairman
Geleximco mengatakan pihaknya sangat tertarik bekerjasama dengan perusahaan
penghasil semen terkemuka di Indonesia, seperti SMGR."Kami melihat manfaat
yang penting dari kerja sama ini yang memungkinkan Thang Long Cement belajar
keahlian di bidang manajemen, operasional, dan investasi yang dimiliki SMGR
dalam industri semen," tambahnya.
Soal dana, transaksi akan dibiayai dari sumber dana
internal dan eksternal. JP. Morgan (S.E.A.) Ltd. bertindak sebagai penasihat
keuangan SMGR dan An Binh Fund Management Company (ABF) sebagai penasihat
keuangan Geleximco. Melli Darsa & Co. bertindak sebagai penasehat hukum
SMGR dan Vision & Associates sebagai penasehat hukum Geleximco. (Kompas, 14
November 2012.
Kasus Merger
Bank Lippo dan Bank Niaga
Peleburan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk
meleburkandiri dengan cara mendirikan diri dengan cara mendirikan satu
Perseroan baru yang karena hukummemperoleh aktiva dan passiva dari Perseroan
yang meleburkan diri dan status badan hukum yang meleburkan diri dan status badan
hukum yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Yang terdapat dalam pasal 1 angka 10 UUPT 2007
yangb bertitik tolak pada elemen atau aspek yuridid dan ekonomis pada
peleburan.
Perusahaan yang
melakukan Merger adalah antara Bank Lippo dengan Bank Niaga pada tahun 2008. sifat
dari merger adalah peleburan yakni meleburkan dua perusahaan antara dua perusahaan yang mana yang satu
mempunyai ukuran yang relatif lebih kecil daripada yang lainya yakni antara
Bank Lippo dan Bank Niaga. Keduanya bergabung untuk memperkuat posisinya di
kancah persaingan global.Mereka Menyetujui untuk menggabungkan perusahaan
dengan kriteria Merger. Dari Merger kali ini Perusahaan yang relative lebih kecil
ukuranya adalah Bank Lippo, sehingga bank Lippo merelakan untuk dileburkan dan diganti
saham nya yang beredar dengan saham Bank Niaga. Dengan demikian dengan harga
tertentu yang telah disepakati mereka berdua.setiap saham Bank Lippo dihargai
dengan harga tertentu sehingga mendapatkan nilai yang cocok untuk dibeli oleh
Bank Niaga. Sehingga saham Bank Lippo berganti nama dengan Saham Bank Niaga. Setelah
kesepakatan keduanya kedua Bank ini menyetujui untuk meleburkan diri dan
mengubah nama mereka dalam proses merger menjadi Bank CIMB Niaga yang ada pada saat
ini.
Perbuatan hukum yang terjadi pada peleburan ini adalah kesepakatan
antara kedua Bank ini karena salah satunya tidak mampu lagi bersaing dengan
Bank yang lebih tinggi yakni Bank Niaga. Status badan hukum dan akibat hukum
Bank Lippo setelah meleburkan diri adalah berakhir secara hukum tanpa
diliquidasi terlebih dahulu berdasarkan pasal 123 ayat (2). Bank CIMB Niaga
yang saat ini sebagai hasil leburan dari Bank Lippo dan Bank Niaga akan
membentuk suatu rancangan baru dengan organ-organ Bank yang baru sesuai
anggaran dasar yang baru yang ada dalm forum keputusan RUPS sesuai dengan pasal
87 ayat 1 dan pasal 89 UUPT Tahun 2007. Contoh lain dalam merger adalah Bank
Danamon Bank Tiara, PT Bank Duta Tbk, PT Bank Rama Tbk, PT Bank Tamara
Tbk, PT Bank Nusa Nasional Tbk, PT Bank Pos Nusantara, PT Jayabank
International dan PT Bank Risjad Salim Internasional yang dileburkan menjadi
Bank Danamon yang ada saat ini.
Kasus Merger Bank
Danamon
Bank Danamon merupakan Bank hasil
peleburan dari beberapa Bank yaitu Bank Tiara, PT Bank Duta Tbk, PT Bank Rama
Tbk, PT Bank Tamara Tbk, PT Bank Nusa Nasional Tbk, PT Bank Pos Nusantara,
PT Jayabank International dan PT Bank Risjad Salim Internasional . Awalnya Bank
yang telah disebutkan diatas sebelum dimerger adalah Bank bank yang tidak
bertahan karena krisis keuangan Asia pada tahun 1998
Kemudian Bank Danamon didirikan pada tahun
1956 dengan nama Bank Kopra Indonesia. Nama ini kemudian berubah menjadi
PT Bank Danamon Indonesia pada tahun 1976 sampai sekarang. Pada tahun
1988, Danamon menjadi bank devisa dan setahun kemudian adalah publik yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta . Dalam
membangun dari krisis keuangan Asia pada tahun 1998, Danamon ditempatkan di
bawah pengawasan Indonesia Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
sebagai Bank Take Over (BTO). Pada tahun 1999, Pemerintah Indonesia,
melalui BPPN merekapitalisasi Danamon dengan Rp 32,2 triliun obligasi
pemerintah. Dalam tahun yang sama (1999) PT Bank PDFCI, BTO yang
lain, digabung dengan Danamon sebagai bagian dari program restrukturisasi
BPPN Sebagai bagian dari paket merger, Danamon menerima rekapitalisasi
kedua dari Pemerintah melalui injeksi modal sebesar Rp 28,9 triliun.
sebagai surviving entity, Danamon muncul dari merger sebagai salah
satu bank swasta terbesar di Indonesia.
Kasus pemisahan
Spin off Semen Gresik
Pelaksanaan otonomi daerah yang kurang
terencana dengan baik akan menimbulkan berbagai macam masalah baru. Banyaknya
aspirasi masyarakat di daerah, tak urung membuat pemerintah di pusat pusing
tujuh keliling. Pemerintah tidak hanya memikirkan akan berkurangnya pendapatan
bagi pusat, tapi juga memikirkan ancaman-ancaman dari masyarakat di daerah
apabila aspirasinya tidak terpenuhi. Lihat saja kasus PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa yang
meminta memisahkan diri dari induknya, PT Semen Gresik. Permintaan tersebut
merupakan aspirasi masyarakat Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan yang
disampaikan kepada pemerintah pusat. Hal ini jelas membuat pemerintah bingung
dan berada dalam posisi terjepit.
Untuk memenuhi aspirasi masyarakat Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan
tersebut, berbagai persyaratan tentunya harus dipenuhi. Hal itu mengingat PT
Semen Gresik adalah perusahaan publik dan pemegang sahamnya tidak hanya
investor lokal, tetapi juga investor asing, Cemex, yang mempunyai saham sebesar
25,53 persen saham di PT Semen Gresik. Persyaratan pemisahan (spin off)
tersebut antara lain adalah harus dengan persetujuan pemegang saham independen
serta melalui penilaian independen terhadap saham PT Semen Padang dan PT Semen
Gresik. Selain itu, juga harus mendapat persetujuan dari para kreditur PT Semen
Gresik. Di samping itu, pemerintah juga harus menyiapkan dana untuk pembelian
saham PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa atau paling tidak mempersiapkan
kecukupan nilai saham negara di PT Semen Gresik untuk mengganti saham PT Semen
Padang dan PT Semen Tonasa. Syarat terakhir adalah pelaksanaan spin off harus
dilakukan sesuai dengan kaidah dan praktek investasi internasional. Hal ini
mengingat PT Semen Gresik menjalin kemitraan strategis dengan Cemex, salah satu
investornya.
Melihat kondisi-kondisi tersebut tentu saja pemerintah dihadapkan pada
pilihan yang tidak mudah. Jika aspirasi tersebut diakomodasi, diperkirakan akan
berpengaruh terhadap daya tarik investasi dan rencana privatisasi pemerintah.
Selain itu, spin off diperkirakan dapat menjadi preseden bagi
BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan daerah lainnya yang akan menuntut perlakukan
sama.
Pada 8 Juli 1991 PT Semen Gresik tercatat sebagai BUMN pertama
yang menjual sahamnya ke masyarakat (go public) melalui Initial
Public Offering (IPO). Pada saat itu, komposisi pemegang saham terdiri
atas negara 73,1 persen dan publik 26,9 perpsen. Sedangkan tujuan dari IPO saat
itu adalah untuk membiayai proyek perluasan kapasitas Semen Gresik di Tuban. Semen
Gresik melakukan right issue pada 1995. Pada saat itu,
pemerintah tidak mempunyai dana untuk membeli saham yang menjadi haknya di
Semen Gresik. Nemun, pemerintah tetap menginginkan kepemilikan saham mayoritas.
Akhirnya, pemerintah kemudian menjual 100 persen sahamnya di PT Semen Padang
dan PT Semen Tonasa kepada Semen Gresik.
Pada saat yang bersamaan, pemerintah juga menjual hak right-nya
kepada publik sebesar 8 persen. Sehingga, kepemilikan saham pemerintah di Semen
Gresik yang semula 73 persen menjadi 65 persen dan publik memiliki 35 persen. Saat
proses pengalihan Semen Padang dan Semen Tonasa berlangsung, terjadi penolakan
dari kalangan pegawai Semen Padang. Alasannya, Semen Padang adalah perusahaan
yang sehat dan tertua di Indonesia, sehingga tidak perlu diakuisisi. Namun
kemudian, pihak manajemen Semen Padang dapat mengatasi masalah tersebut
dan proses akuisisi pun berjalan dengan lancar.
Pada 1998, dengan dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi sejak pertengahan
tahun 1997, pemerintah melakukan program privatisasi BUMN. Suatu program untuk
menjual saham-saham pemerintah di BUMN, khususnya yang telah go public.
Semen Gresik pun menjadi salah satu di antaranya. Setelah melalui tender
terbuka, Cemex, sebuah perusahaan semen global asal Meksiko, semula berhasil
memenangkan penjualan 35 persen saham pemerintah di Semen Gresik dengan nilai
AS$1,38 per unit saham.
Tuntutan Semen Padang dan Semen Tonasa
Namun sebelum proses administrasi jual beli dilakukan, terjadi untuk rasa
menentang penjualan saham tersebut, baik oleh pegawai Semen Gresik, Semen
Padang, dan Semen Tonasa yang menghendaki agar pemerintah tetap sebagai
pemegang saham mayoritas di Semen Gresik. Khusus di Semen Padang, penolakan
tersebut juga dikaitkan dengan persoalan tanah ulayat. Berdasarkan
keberatan-keberatan tersebut, pemerintah yang sebelumnya telah memutuskan untuk
menjual 35 persen sahamnya kepaa Cemex menjadi hanya menjual 14 persen sahamnya
dengan harga tetap. Perubahan keputusan pemerintah inilah yang kemudian
melahirkan klausul put option dalam perjanjian jual beli
bersyarat dengan Cemex. Dengan demikian, pemerintah tetap menjadi pemegang
saham mayoritas di Semen Gresik, dengan menguasai saham sebesar 51 persen.
Kemudian, Cemex membeli lagi 11,53 persen saham Semen Gresik di lantai bursa,
sehingga saham Semen Gresik yang dimiliki Cemex adalah sebesar 25,53 persen.
Dalam perkembangannya, tuntutan Semen Padang kepada Pemerintah kemudian
berubah menjadi tuntutan untuk memisahkan diri (spin off) dari Semen
Gresik dan mengembalikan status Semen Padang menjadi BUMN murni seperti sebelum
diakuisisi oleh Semen Gresik.Tuntutan Semen Padang tersebut antara lain
tertuang dalam Surat DPRD Sumatera Barat No. 540/143/Um-2000 pada 3 Maret 2000
perihal Semen Padang yang ditujukan kepada Presiden RI. Ada juga Surat Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Barat No. 530/262/Perek-2000 tanggal 8 Maret
2000 perihal pelepasan posisi PT Semen Padang dari PT Semen Gresik, ditujukan
kepada Presiden RI. Selain itu, ada lagi Petisi Masyarakat Nagari Lubuk
Kilangan tentang Status Padang tanggal 26 Oktober 2000. Sementara itu, usulan
pemisahan secara resmi tertuang dalam Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan
Pembinaan BUMN No. S-90/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Maret 2000, perihal
Permohonan persetujuan pelepasan posisi PT Semen Padang dari PT Semen Gresik
Tbk, yang ditujukan kepada Presiden RI.
Semen Tonasa pun kemudian mengajukan hal yang sama dengan Semen Padang.
Tuntutan pelepasan Semen Tonasa tertuang dalam Surat Ketua DPRD Sulawesi
Selatan No. 160/198/DPRD/2000 tanggal 20 Maret 2000, perihal Pengembalian
Posisi PT Semen Tonasa menjadi BUMN murni. Surat Gubernur dan Ketua DPRD
Sulawesi Selatan No. 530/292/Otoda tanggal 5 Februari 2001 perihal permintaan
pemisahan (spin off) Semen PT Tonasa dari PT Semen Gresik Tbk. Dalam
surat ini, selain tuntutan untuk memisahkan diri dari Semen Gresik, juga
tuntutan untuk memngembalikan Semen Tonasa menjadi BUMN murni. Tuntutan lainnya
adalah meminta pembagian saham dalam bentuk hibah dari pemerintah kepada
Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan sedikitnya 20 persen. Atau sebagai
alternatif, memberikan keuntungan bersih Semen Tonasa kepada Pemerintah Daerah
sedikitnya 20 persen per tahun. Pemerintah dalam beberapa pernyataannya
melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli, kemudian
menyetujui tuntutan spin off Semen Padang dan Semen Tonasa
dari Semen Gresik. Bahkan, pemerintah kemudian menetapkan deadline bahwa
pelaksanaan spin off Semen Padang akan dilakukan pada 20
April 2001.
Analisis Pemisahan Spin off
Menelusuri sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada, pemisahan
seperti yang diinginkan dalam kondisi Semen Padang dan Semen Tonasa terhadap Semen
Gresik masih dalam proses. Perbuatan hukum yang telah diatur adalah
penggabungan, peleburan usaha, dan pengambilalihan perusahaan sesuai UU No. 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) pasal 104 dan 108 serta PP No. 27
Tahun 1998 pasal 4.
Sementara itu, spin off juga belum diatur dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal. Sehingga, aspek hukum yang perlu
mendapat perhatian adalah adanya benturan kepentingan transaksi saham yang
diatur dalam pasal 82 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) berserta
prosedur dan peraturan yang terkait dengan masalah tersebut. Benturan
kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan
kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, pemegang saham utama
perusahaan atau pihak terafiliasi dari direktur, komisaris atau pemegang saham
utama.
Secara umum, karena spin off yang akan dilakukan
merupakan suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan, pelaksanaan
rencana spin off harus memenuhi ketentuan Peraturan Bapepam No.
IX.E.1. Peraturan ini sendiri memang dimaksudkan untuk melindungi hak-hak
pemegang saham minoritas, yang biasanya dimiliki oleh publik. Dan jika ternyata
transaksi pelepasan Semen Padang dan Semen Tonasa dari Semen Gresik tidak
mendapat persetujuan dari pemegang saham independen, rencana transaksi tersebut
tidak dapat diajukan kembali dalam jangka waktu 12 bulan sejak
tanggal keputusan penolakan.Aspek hukum yang perlu mendapat perhatian adalah
transaksi atau perjanjian yang mengikat perusahaan, yang dapat mempengaruhi
pemisahan Semen Padang dan Semen Tonasa dari Semen Gresik.
Perjanjian-perjanjian tersebut antara lain adalah adanya Medium
Term Notes(MTN) I sebesar AS$162,21 juta yang diperoleh dari
kreditur/investor yang akan jatuh tempo pada Januari 2002 dan MTN II sebesar
Rp214,6 miliar dan akan jatuh tempo pada April 2002. Dengan adanya
MTN tersebut, rencana spin off akan dapat ditindaklanjuti
setelah jatuh tempo MTN. Alternatif lainnya, dapat ditindaklanjuti sebelumnya,
dengan syarat MTN tersebut dilunasi terlebih dulu. Demikian juga bagi para
kreditur yang lain, mereka mempunyai hak yang sama dan juga dilindungi oleh
undang-undang.
Kasus Pemisahan
Pemisahan adalah perbuatan hukum yangb dilakukan oleh Perseroan untuk
memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan passiva Perseroan yang
beralih karena hukum kepada dua atau lebih atau sebagian aktiva dan passiva
Perseroan beralih karena hukum kepada perseroan atau lebih. Pemisahan merupakan
perbuatan hukum yang sama dengan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan,
pemisahan sebagi perbuatan hukum yang tunduk pada ketentuan UUPT 2007.
Pada pasal 135 mengatur tentang pemisahan perseroan yaitu Pemisahan Murni dan
Pemisahan tidak murni menurut penjelasan pasal 135 ayat 1 huruf b perbedaan
pokok keduanya adalah pada Pemisahan Murni aktiva dan passiva beralih karena
hukum dari Perseroan yang melakukan pemisahan kepada Perseroan yang menerima
peralihan adalah seluruhnya...........
Semoga Bermamfaat...