Minggu, 08 Januari 2017

contoh kesimpulan tergugat putusan perdata



KANTOR BANTUAN HUKUM
                                KEADILAN ITU INDAH DAN MAKMUR
                                         Devi sianturi official of law
Jl. Veteran II No 18 Bantaeng
Telp: (031) 30755666, E-mail: devisiaanturi33@gmail.com


                Jakarta 1 Agustus 2011

KESIMPULAN TERGUGAT
Perkara Perdata No. 258 K/AG/2011

                                                                      Antara
Hj. ROSMAWAR binti H. HAMZAH
Hj. ROSMINI binti SALENG,
CHAERUN, ST. Bin H. HAMZAH
Sebagai Tergugat
Melawan
SYAHRUL bin H. HAMZAH
NURHAMSI binti H. HAMZAH
SYAHRIR bin H. HAMZAH,
SYAHFRI bin H. HAMZAH,
Hj. AMINAH binti RASING
Dra. Hj. SYAKIRA binti H. HAMZAH
SOLTAN, SE. Bin H. HAMZAH
Sebagai Penggugat

Kepada Yth,
Bapak Majelis Hakim Pengadilan Mahkamah Agung
Di Jakarta

Untuk dan atas nama Perwakilan Hj. Rosmawar binti H. Hamzah  bersama dengan tergugat yang lainnya dengan hormat mengajukan kesimpulan akhir sebagai berikut :



DALAM EKSEPSI:
Bahwa terhadap gugatan tersebut para Tergugat mengajukan eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut dan dengan tegas menolak dalil-dalil penggugat yang tidak memiliki dasar sama sekali;

DALAM POKOK PERKARA:
1.           Bahwa, tergugat tetap pada dalil-dalil jawaban gugatannya dan menerima sebagian jawaban penggugat serta memohon pula apa yang terurai dalam jawaban gugatan maupun eksepsi mengenai hal itu tetap dianggap diulang dan terulang kembali dalam jawaban gugatan;
2.           Bahwa gugatan para penggugat tidak tepat karena seharusnya menyangkut sengketa hak milik sehingga masuk dalam peradilan Umum yaitu Pegadilan Negeri Bantaeng;
3.           Bukti T-1 berupa Akta Hibah No. 128/Bantaeng/2004 untuk membuktikan bahwa Tergugat mendapatkan hak waris ataupun harta warisan/harta peninggalan alm. H. Hamzah bin Sahang yang diucapkan oleh Penggugat  dan Tergugat tidak mempunyai niat buruk apapun karena telah ada kepastiaanya.
4.           Bukti T-2 berupa surat nikah yang diterbitkan oleh pencatat nikah Bantaeng Tanggal 27 Februari 1976 oleh M. Amin Lewa T dengan Nip 1500056374.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka jelaslah bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh Penggugat telah cukup terbukti. Sehingga oleh karenanya tergugat menarik kesimpulan akhir sebagai berikut:
PRIMAIR :
     ”Segala sesuatunya bertetap pada gugatan semula”
SUBSIDAIR:
     Mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono)

Surat kuasa ini diberikan dengan hak substitusi.

                                                                                                                Jakarta 1 Agustus 2011
Penerima Kuasa                                                                                  Pemberi Kuasa


Devi Sianturi SH,MH                                                      Hj. Rosmawar binti H. Hamzah            

Analisis Merger, Konsolidasi, Akuisisi, Pemisahan (spin off)



PT Bank Mandiri merupakan salah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berdiri pada tanggal 2 Oktober 1998. Berawal dari pengambilalihan kepemilikan saham atas empat bank pemerintah, Bank Mandiri akhirnya memiliki aset, pinjaman, dan deposit terbesar di Indonesia.
Analisis
Konsolidasi
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan passiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
        Bank Mandiri berdiri pada tanggal 2 Oktober 1998 sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia.Bank Mandiri merupakan salah Bank yang terbesar di Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank milik Pemerintah yaitu, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia, melakukan konsolidasi dan membentuk Bank baru dan berubah.Bank Dagang Negara merupakan salah satu Bank tertua di Indonesia. Sebelumnya Bank Dagang Negara dikenal sebagai Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij yang didirikan di Batavia (Jakarta) pada tahun 1857. Pada tahun 1949 namanya berubah menjadi Escomptobank NV. Selanjutnya, pada tahun 1960 Escomptobank dinasionalisasi dan berubah nama menjadi Bank Dagang Negara, sebuah Bank pemerintah ynag membiayai sektor industri. Bank industri ini merupakan Bank yang berhubungan dengan bidang jasa industri.
        Bank Bumi Daya didirikan melalui suatu proses panjang yang bermula dari nasionalisasi sebuah perusahaan Belanda De Nationale Handelsbank NV, menjadi Bank Umum Negara pada tahun 1959. Pada tahun 1964, Chartered Bank (sebelumnya adalah Bank milik Inggris) juga dinasionalisasi, dan Bank Umum Negara diberi hak untuk melanjutkan operasi Bank tersebut. Pada tahun 1965, bank umum negara digabungkan ke dalam Bank Negara Indonesia dan berganti nama menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV beralih menjadi Bank Bumi Daya. Sejarah Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim) berawal dari perusahaan dagang Belanda N.V.Nederlansche Handels Maatschappij yang didirikan pada tahun 1842 dan mengembangkan kegiatannya di sektor perbankan pada tahun 1870. Pemerintah Indonesia menasionalisasi perusahaan ini pada tahun 1960, dan selanjutnya pada tahun 1965 perusahan ini digabung dengan Bank Negara Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit II. Pada tahun 1968 Bank Negara Indonsia Unit II dipecah menjadi dua unit, salah satunya adalah Bank Negara Indonesia Unit II Divisi Expor – Impor, yang akhirnya menjadi Bank Exim, bank Pemerintah yang membiayai kegiatan ekspor.
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) berawal dari Bank Industri Negara (BIN), sebuah Bank Industri yang didirikan pada tahun1951. Misi Bank Industri Negara adalah mendukung pengembangan sektor – sektor ekonomi tertentu, khususnya perkebunan, industri, dan pertambangan. Bapindo dibentuk sebagai bank milik negara pada tahun 1960 dan BIN kemudian digabung dengan Bank Bapindo. Pada tahun 1970, Bapindo ditugaskan untuk membantu pembangunan nasional melalui pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang pada sektor manufaktur, transportasi dan pariwisata.
Bertitik tolak pada pada pengertian yang dikemukakan pada pasal 1 angka 9 UUPT 2007 maupun pasal 1 angka 1 PP No. 27 Tahun 1998 dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Penggabungan antara Bank Bumi Daya, Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Bank Dagang Negara dan Bank Ekspor Impor merupakan merger dari 2 perseroan yang yang digabungkan menjadi satu perseroan. Setelah Bank-bank tersebut setuju untuk digabungkan menjadi satu Bank yang saat ini disebut sebagai Bank Mandiri yang mempunyai akta pendirian tanggal 2 Oktober 1998 yang disahkan oleh Menteri Kehakiman No. C2-16561 HT 0.1 Th 98, maka saat itu juga tindakan hukum penggabungan ditiadakan. Bank yang melakukan penggabungan tersebut bukan suatu peleburan karena hanya diterbitkan menjadi 1 Perseroan dan tidak membentuk perseroan baru. Yang masih bertahan dan masih berjaya hingga saat ini adalah Bank Mandiri dan Bank Bumi Daya,Bank Pembangunan Indonesia,Bank Dagang Negara, karena hukum berakhir tanpa memerlukan liquidasi terlebih dahulu.
b.      Akibat hukum terhadap aktiva dan passiva adalah bahwa Bank Bumi Daya, Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Bank Dagang Negara dan Bank Ekspor Impor setuju untuk menggabungkan diri yang dimasukkan menjadi perseroan yaitu Bank Mandiri yang disahkan oleh hukum.
Akibat hukum terhadap pemegang saham adalah bahwasanya pemegang saham Bank yang menggabungkan diri, karena hukum atau demi hukum menjadi pemegang saham pada Bank Mandiri yang seutuhnya, dan selanjutnya Bank Mandiri yang meneerima penggabungan akan melakukan RUPS dan membuat organ-organ baru berdasarkan Rapat umum pemegang saham.
Setelah Bank-bank yang dimerger menjadi Bank Mandiri maka selanjutnya akan ada rancangan penggabungan berdasarkan pasal 7 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998 yang kemudian diubah dalam pasal 123 ayat 1 dan ayat 3 Tahun 2007 yakni tentang Rancangan Penggabungan dan yang menerima Penggabungan adalah Direksi Bank Mandiri.
Rancangan penggabungan yang disetujui oleh RUPS dapat dituangkan dalam akta penggabungan berdarkan pasal 128 ayat (1) yang dituangkan dalam akta penggabungan.

Contoh Kasus Akuisisi
Aqua yang diakuisisi oleh Danone. 

      Contoh pertama dari kasus akuisisi adalah Aqua yang merupakan produsen air minum dalam kemasan terbesar di Indonesia. Dimana merek Aqua sudah identik dengan air minum. Dimana ketika seseorang hendak menyebut air minum. Mereka lebih cenderung mengatakan Aqua meskipun sebenarnya mereknya berbeda.
       Aqua adalah sebuah merek air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi oleh Aqua Golden Mississipi di Indonesia sejak tahun 1973. Selain di Indonesia, Aqua juga dijual di Singapura. Aqua adalah merek AMDK dengan penjualan terbesar di Indonesia dan merupakan salah satu merek AMDK yang paling terkenal di Indonesia, sehingga telah menjadi seperti merek generik untuk AMDK. Di Indonesia, terdapat 14 pabrik yang memproduksi Aqua. Pada tahun 1998, karena ketatnya persaingan dan munculnya pesaing-pesaing baru, Lisa Tirto sebagai pemilik Aqua Golden Mississipi sepeninggal ayahnya Tirto Utomo, menjual sahamnya kepada Danone pada 4 September 1998. Akuisisi tersebut dianggap tepat setelah beberapa cara pengembangan tidak cukup kuat menyelamatkan Aqua dari ancaman pesaing baru. Langkah ini berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA sebagai produsen air mineral dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2000, bertepatan dengan pergantian milenium, Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua. Pasca Akuisisi DANONE meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama dari 40 % menjadi 74 %, sehingga Danone kemudian menjadi pemegang saham mayoritas Aqua Group.

Analisis PT Danone

       Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas persoan tersebut. Perbuatan hukum pengambilalihan tersebut termasuk bidang hukum kontrak atau hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata dalam pasal (1313-1319) tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu  persetujuan.
       Pada tahun 2001 Danone meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama dari 40 % menjadi 74% sehingga Danone kemudian menjadi pemegang saham mayoritas dalam Aqua grup dan menghadirkan kemasan botol kaca baru 380 ml. Banjir besar yang melanda Jakarta pada awal tahun menggerakkan perusahaan untuk membantu masyarakat dan juga karyawan yang terkena musibah. Nah dalam peningkataan saham tersebut sudah termasuk  dalam perbuatan hukum pengambilalihan yang dapat dialihkan oleh badan melalui Direksi ataupun pemegang saham PT Tirta Investama yang kemudian dipegang oleh Danone (PT Aqua group) hingga saat ini yang dinyatakan dalam Pada pasal 125 ayat (2).
       Mengenai subjek dan kuantitas pengambilalihan saham dapat diklasifikasikan dalam pasal 1 angka 11 UUPT 2007. Yang menjadi subjek kesepakatan pengambilalihan adalah antara Danone (Aqua Group) dan PT Tirta Investama dimana adanya kesepakatan pengambilalihan saham sebesar 34% oleh Danone.
      Akibat hukum pengambilalihan saham tidak mengakibatkan Perseroan yang diambil saham nya yaitu PT Investama menjadi bubar atau berakhir. Perseroan tersebut tetap valid sepert sediakala, hanya sahamnya saja yang berkurang dan beralih. Dalam hal ini yang terjadi adalah peralihan pemegang saham atau pengendalian perseroan kepada pihak Aqua Group. Berdasarkan pasal 126 ayat (1) perbuatan hukum pengambilalihan wajib mementingkan keterangan berikut yakni:
1.      Perseroan,pemegang saham minoritas, dan karyawan perseroan
2.      Kreditor dan mitra usaha lainnya perseroan
3.      Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Dalam hal saham yang diminta atau dibeli oleh Danone merupakan suatu hak yang wajar karena dibeli dari PT Tirta Investama dengan syarat yang tidak merugikan berasarkan pasal 62 UUPT 2007. Pada dasarnya hak ini merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap pemegang saham. Akan tetapimsesuai dengan ketentuan pasal 123 ayat (3) pelaksanaan hak meminta sahamnya dibeli dengan hak wajar,tidak menghentikan proses pelaksanaan pengambilalihan. Nah untuk contoh lain mengenai pengambilalihan adalah PT Semen Gresik dan Thang Long Cement.


Contoh Akuisisi PT. Semen Gresik dan Thang Long Cement

       PT Semen Gresik Tbk (SMGR) melakukan akuisisi dengan perusahaan semen asal Vietnam, Thang Long Cement. Rencananya akuisisi tersebut akan selesai pada pertengahan Desember 2012.Direktur Utama Semen Gresik Dwi Sutjipto menjelaskan akuisisi ini masih merupakan kesepakatan penjualan dan pembelian bersyarat (conditional sales purchase and agreement/CSPA) dengan Ha Noi General Export Import Joint Stock Company (Geleximco) yang merupakan holding dari Thang Long Cement."Investasi ini merupakan langkah strategis untuk mewujudkan perseroan sebagai perusahaan persemenan regional. Selain itu akuisisi ini akan menjadi tonggak awal dalam ekspansinya di luar Indonesia," kata Dwi di kantor Kementerian BUMN Jakarta, Rabu (14/11/2012).Menurut Dwi, perseroan yakin pertumbuhan ekonomi Vietnam dan negara-negara Asia Tenggara lainnya akan didukung oleh peningkatan kegiatan proyek atau konstruksi serta rencana-rencana pemerintah yang besar. Serta akan menciptakan pertumbuhan yang kuat di industri semen.
      Di sisi lain, kerjasama ini akan menjadi tonggak bagi perluasan pertama yang dilakukan di pasar regional, dan menandai hubungan bilateral yang penting antara Indonesia dan Vietnam. Dengan pengamanan cadangan bahan baku, serta pengembangan pabrik baru di lokasi yang strategis dan berteknologi modern, Thang Long Cement langsung memberikan tambahan kapasitas dan cadangan batu kapur bermutu tinggi yang sangat mencukupi.
"Hal ini akan memperkuat posisi pasar regional dan memungkinkan kami untuk lebih berdaya saing sebagai antisipasi perdagangan bebas Asia yang akan datang," tambahnya.
Thang Long Cement (TLCC) merupakan salah satu perusahaan penghasil semen terkemuka di Vietnam dengan total kapasitas produksi 2,3 juta ton per tahun, dihasilkan dari pabrik yang baru dengan teknologi terkini, berlokasi di Provinsi Quang Ninh, yang dilengkapi juga dengan fasilitas penggilingan semen di daerah pinggiran kota Ho Chi Minh.
     Jarak yang dekat antara pabrik semen di Quang Ninh dengan pelabuhan laut dalam Cai Lan, fasilitas penggilingan ke jalur sungai menuju delta Mekong, serta jalan raya antar wilayah dan pelabuhan internasional, menjamin efektifitas biaya sistem distribusi. Jumlah cadangan bahan baku yang besar menjamin kecukupan pasokan bahan baku menjamin kecukupan pasokan bahan baku untuk memenuhi pertumbuhan kapasitas dan target produksi semen di masa yang akan datang. Thang Long Cement memiliki tambahan dua ijin pengembangan pabrik baru di provinsi Quang Ninh dan Binh Phuoc, Vietnam.
     SMGR dan Geleximco bersama-sama akan mengembangkan kedua pabrik tersebut melalui anak perusahaan Thang Long Cement. Tambahan dua pabrik tersebut merupakan potensi dalam meningkatkan kapasitas TLCC menjadi 6,5 juta ton, untuk memenuhi kenaikan permintaan pasar domestik Vietnam, sekaligus merupakan potensi untuk memenuhi kekurangan pasokan di pasar regional.Tambahan aset tersebut akan meningkatkan secara signifikan jejak SMGR di kancah internasional. Vu Van Tien, chairman Geleximco mengatakan pihaknya sangat tertarik bekerjasama dengan perusahaan penghasil semen terkemuka di Indonesia, seperti SMGR."Kami melihat manfaat yang penting dari kerja sama ini yang memungkinkan Thang Long Cement belajar keahlian di bidang manajemen, operasional, dan investasi yang dimiliki SMGR dalam industri semen," tambahnya.
Soal dana, transaksi akan dibiayai dari sumber dana internal dan eksternal. JP. Morgan (S.E.A.) Ltd. bertindak sebagai penasihat keuangan SMGR dan An Binh Fund Management Company (ABF) sebagai penasihat keuangan Geleximco. Melli Darsa & Co. bertindak sebagai penasehat hukum SMGR dan Vision & Associates sebagai penasehat hukum Geleximco. (Kompas, 14 November 2012.

Kasus Merger Bank Lippo dan Bank Niaga

    Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkandiri dengan cara mendirikan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukummemperoleh aktiva dan passiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum yang meleburkan diri dan status badan hukum yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Yang  terdapat dalam pasal 1 angka 10 UUPT 2007 yangb bertitik tolak pada elemen atau aspek yuridid dan ekonomis pada peleburan.
    Perusahaan yang melakukan Merger adalah antara Bank Lippo dengan Bank Niaga pada tahun 2008. sifat dari merger adalah peleburan yakni meleburkan dua perusahaan  antara dua perusahaan yang mana yang satu mempunyai ukuran yang relatif lebih kecil daripada yang lainya yakni antara Bank Lippo dan Bank Niaga. Keduanya bergabung untuk memperkuat posisinya di kancah persaingan global.Mereka Menyetujui untuk menggabungkan perusahaan dengan kriteria Merger. Dari Merger kali ini Perusahaan yang relative lebih kecil ukuranya adalah Bank Lippo, sehingga bank Lippo merelakan untuk dileburkan dan diganti saham nya yang beredar dengan saham Bank Niaga. Dengan demikian dengan harga tertentu yang telah disepakati mereka berdua.setiap saham Bank Lippo dihargai dengan harga tertentu sehingga mendapatkan nilai yang cocok untuk dibeli oleh Bank Niaga. Sehingga saham Bank Lippo berganti nama dengan Saham Bank Niaga. Setelah kesepakatan keduanya kedua Bank ini menyetujui untuk meleburkan diri dan mengubah nama mereka dalam proses merger menjadi Bank CIMB Niaga yang ada pada saat ini.
   Perbuatan hukum yang terjadi pada peleburan ini adalah kesepakatan antara kedua Bank ini karena salah satunya tidak mampu lagi bersaing dengan Bank yang lebih tinggi yakni Bank Niaga. Status badan hukum dan akibat hukum Bank Lippo setelah meleburkan diri adalah berakhir secara hukum tanpa diliquidasi terlebih dahulu berdasarkan pasal 123 ayat (2). Bank CIMB Niaga yang saat ini sebagai hasil leburan dari Bank Lippo dan Bank Niaga akan membentuk suatu rancangan baru dengan organ-organ Bank yang baru sesuai anggaran dasar yang baru yang ada dalm forum keputusan RUPS sesuai dengan pasal 87 ayat 1 dan pasal 89 UUPT Tahun 2007. Contoh lain dalam merger adalah Bank Danamon Bank Tiara, PT Bank Duta Tbk, PT Bank Rama Tbk, PT Bank Tamara Tbk, PT Bank Nusa Nasional Tbk, PT Bank Pos Nusantara, PT Jayabank International dan PT Bank Risjad Salim Internasional yang dileburkan menjadi Bank Danamon yang ada saat ini.

Kasus Merger Bank Danamon

     Bank Danamon merupakan Bank hasil peleburan dari beberapa Bank yaitu Bank Tiara, PT Bank Duta Tbk, PT Bank Rama Tbk, PT Bank Tamara Tbk, PT Bank Nusa Nasional Tbk, PT Bank Pos Nusantara, PT Jayabank International dan PT Bank Risjad Salim Internasional . Awalnya Bank yang telah disebutkan diatas sebelum dimerger adalah Bank bank yang tidak bertahan karena krisis keuangan Asia pada tahun 1998
    Kemudian Bank Danamon didirikan pada tahun 1956 dengan nama Bank Kopra Indonesia. Nama ini kemudian berubah menjadi  PT Bank Danamon Indonesia pada tahun 1976 sampai sekarang. Pada tahun 1988, Danamon menjadi bank devisa dan setahun kemudian adalah publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta . Dalam membangun dari krisis keuangan Asia pada tahun 1998, Danamon ditempatkan di bawah pengawasan Indonesia Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai Bank Take Over (BTO). Pada tahun 1999, Pemerintah Indonesia, melalui BPPN merekapitalisasi Danamon dengan Rp 32,2 triliun obligasi pemerintah. Dalam tahun yang sama (1999) PT Bank PDFCI, BTO yang lain, digabung dengan Danamon sebagai bagian dari program restrukturisasi BPPN Sebagai bagian dari paket merger, Danamon menerima rekapitalisasi kedua dari Pemerintah melalui injeksi modal sebesar Rp 28,9 triliun. sebagai surviving entity, Danamon muncul dari merger sebagai salah satu bank swasta terbesar di Indonesia.

Kasus pemisahan  Spin off Semen Gresik
       Pelaksanaan otonomi daerah yang kurang terencana dengan baik akan menimbulkan berbagai macam masalah baru. Banyaknya aspirasi masyarakat di daerah, tak urung membuat pemerintah di pusat pusing tujuh keliling. Pemerintah tidak hanya memikirkan akan berkurangnya pendapatan bagi pusat, tapi juga memikirkan ancaman-ancaman dari masyarakat di daerah apabila aspirasinya tidak terpenuhi. Lihat saja kasus PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa yang meminta memisahkan diri dari induknya, PT Semen Gresik. Permintaan tersebut merupakan aspirasi masyarakat Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan yang disampaikan kepada pemerintah pusat. Hal ini jelas membuat pemerintah bingung dan berada dalam posisi terjepit.
Untuk memenuhi aspirasi masyarakat Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan tersebut, berbagai persyaratan tentunya harus dipenuhi. Hal itu mengingat PT Semen Gresik adalah perusahaan publik dan pemegang sahamnya tidak hanya investor lokal, tetapi juga investor asing, Cemex, yang mempunyai saham sebesar 25,53 persen saham di PT Semen Gresik. Persyaratan pemisahan (spin off) tersebut antara lain adalah harus dengan persetujuan pemegang saham independen serta melalui penilaian independen terhadap saham PT Semen Padang dan PT Semen Gresik. Selain itu, juga harus mendapat persetujuan dari para kreditur PT Semen Gresik. Di samping itu, pemerintah juga harus menyiapkan dana untuk pembelian saham PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa atau paling tidak mempersiapkan kecukupan nilai saham negara di PT Semen Gresik untuk mengganti saham PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa. Syarat terakhir adalah pelaksanaan spin off harus dilakukan sesuai dengan kaidah dan praktek investasi internasional. Hal ini mengingat PT Semen Gresik menjalin kemitraan strategis dengan Cemex, salah satu investornya.
Melihat kondisi-kondisi tersebut tentu saja pemerintah dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah. Jika aspirasi tersebut diakomodasi, diperkirakan akan berpengaruh terhadap daya tarik investasi dan rencana privatisasi pemerintah. Selain itu, spin off diperkirakan dapat menjadi preseden bagi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan daerah lainnya yang akan menuntut perlakukan sama.
Pada  8 Juli 1991 PT Semen Gresik tercatat sebagai BUMN pertama yang menjual sahamnya ke masyarakat (go public) melalui Initial Public Offering (IPO). Pada saat itu, komposisi pemegang saham terdiri atas negara 73,1 persen dan publik 26,9 perpsen. Sedangkan tujuan dari IPO saat itu adalah untuk membiayai proyek perluasan kapasitas Semen Gresik di Tuban. Semen Gresik melakukan right issue pada 1995. Pada saat itu, pemerintah tidak mempunyai dana untuk membeli saham yang menjadi haknya di Semen Gresik. Nemun, pemerintah tetap menginginkan kepemilikan saham mayoritas. Akhirnya, pemerintah kemudian menjual 100 persen sahamnya di PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa kepada Semen Gresik.
Pada saat yang bersamaan, pemerintah juga menjual hak right-nya kepada publik sebesar 8 persen. Sehingga, kepemilikan saham pemerintah di Semen Gresik yang semula 73 persen menjadi 65 persen dan publik memiliki 35 persen. Saat proses pengalihan Semen Padang dan Semen Tonasa berlangsung, terjadi penolakan dari kalangan pegawai Semen Padang. Alasannya, Semen Padang adalah perusahaan yang sehat dan tertua di Indonesia, sehingga tidak perlu diakuisisi. Namun kemudian, pihak manajemen Semen Padang dapat mengatasi masalah tersebut dan  proses akuisisi pun berjalan dengan lancar.
Pada 1998, dengan dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997, pemerintah melakukan program privatisasi BUMN. Suatu program untuk menjual saham-saham pemerintah di BUMN, khususnya yang telah go public. Semen Gresik pun menjadi salah satu di antaranya. Setelah melalui tender terbuka, Cemex, sebuah perusahaan semen global asal Meksiko, semula berhasil memenangkan penjualan 35 persen saham pemerintah di Semen Gresik dengan nilai AS$1,38 per unit saham.
Tuntutan Semen Padang dan Semen Tonasa
Namun sebelum proses administrasi jual beli dilakukan, terjadi untuk rasa menentang penjualan saham tersebut, baik oleh pegawai Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa yang menghendaki agar pemerintah tetap sebagai pemegang saham mayoritas di Semen Gresik. Khusus di Semen Padang, penolakan tersebut juga dikaitkan dengan persoalan tanah ulayat. Berdasarkan keberatan-keberatan tersebut, pemerintah yang sebelumnya telah memutuskan  untuk menjual 35 persen sahamnya kepaa Cemex menjadi hanya menjual 14 persen sahamnya dengan harga tetap. Perubahan keputusan pemerintah inilah yang kemudian melahirkan klausul put option dalam perjanjian jual beli bersyarat dengan Cemex. Dengan demikian, pemerintah tetap menjadi pemegang saham mayoritas di Semen Gresik, dengan menguasai saham sebesar 51 persen. Kemudian, Cemex membeli lagi 11,53 persen saham Semen Gresik di lantai bursa, sehingga saham Semen Gresik yang dimiliki Cemex adalah sebesar 25,53 persen.
Dalam perkembangannya, tuntutan Semen Padang kepada Pemerintah kemudian berubah menjadi tuntutan untuk memisahkan diri (spin off) dari Semen Gresik dan mengembalikan status Semen Padang menjadi BUMN murni seperti sebelum diakuisisi oleh Semen Gresik.Tuntutan Semen Padang tersebut antara lain tertuang dalam Surat DPRD Sumatera Barat No. 540/143/Um-2000 pada 3 Maret 2000 perihal Semen Padang yang ditujukan kepada Presiden RI. Ada juga Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Barat No. 530/262/Perek-2000 tanggal 8 Maret 2000 perihal pelepasan posisi PT Semen Padang dari PT Semen Gresik, ditujukan kepada Presiden RI. Selain itu, ada lagi Petisi Masyarakat Nagari Lubuk Kilangan tentang Status Padang tanggal 26 Oktober 2000. Sementara itu, usulan pemisahan secara resmi tertuang dalam Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. S-90/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Maret 2000, perihal Permohonan persetujuan pelepasan posisi PT Semen Padang dari PT Semen Gresik Tbk, yang ditujukan kepada Presiden RI.
Semen Tonasa pun kemudian mengajukan hal yang sama dengan Semen Padang. Tuntutan pelepasan Semen Tonasa tertuang dalam Surat Ketua DPRD Sulawesi Selatan No. 160/198/DPRD/2000 tanggal 20 Maret 2000, perihal Pengembalian Posisi PT Semen Tonasa menjadi BUMN murni. Surat Gubernur dan Ketua DPRD Sulawesi Selatan No. 530/292/Otoda tanggal 5 Februari 2001 perihal permintaan pemisahan (spin off) Semen PT Tonasa dari PT Semen Gresik Tbk. Dalam surat ini, selain tuntutan untuk memisahkan diri dari Semen Gresik, juga tuntutan untuk memngembalikan Semen Tonasa menjadi BUMN murni. Tuntutan lainnya adalah meminta pembagian saham dalam bentuk hibah dari pemerintah kepada Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan sedikitnya 20 persen. Atau sebagai alternatif, memberikan keuntungan bersih Semen Tonasa kepada Pemerintah Daerah sedikitnya 20 persen per tahun. Pemerintah dalam beberapa pernyataannya melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli, kemudian menyetujui tuntutan spin off Semen Padang dan Semen Tonasa dari Semen Gresik. Bahkan, pemerintah kemudian menetapkan deadline bahwa pelaksanaan spin off  Semen Padang akan dilakukan pada 20 April 2001.

Analisis Pemisahan Spin off
Menelusuri sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada, pemisahan seperti yang diinginkan dalam kondisi Semen Padang dan Semen Tonasa terhadap Semen Gresik masih dalam proses. Perbuatan hukum yang telah diatur adalah penggabungan, peleburan usaha, dan pengambilalihan perusahaan sesuai UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) pasal 104 dan 108 serta PP No. 27 Tahun 1998 pasal 4.
Sementara itu, spin off juga belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Sehingga, aspek hukum yang perlu mendapat perhatian adalah adanya benturan kepentingan transaksi saham yang diatur dalam pasal 82 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) berserta prosedur dan peraturan yang terkait dengan masalah tersebut. Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, pemegang saham utama perusahaan atau pihak terafiliasi dari direktur, komisaris atau pemegang saham utama.
Secara umum, karena spin off  yang akan dilakukan merupakan suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan, pelaksanaan rencana spin off harus memenuhi ketentuan Peraturan Bapepam No. IX.E.1. Peraturan ini sendiri memang dimaksudkan untuk melindungi hak-hak pemegang saham minoritas, yang biasanya dimiliki oleh publik. Dan jika ternyata transaksi pelepasan Semen Padang dan Semen Tonasa dari Semen Gresik tidak mendapat persetujuan dari pemegang saham independen, rencana transaksi tersebut tidak dapat diajukan kembali dalam jangka waktu  12 bulan sejak tanggal keputusan penolakan.Aspek hukum yang perlu mendapat perhatian adalah transaksi atau perjanjian yang mengikat perusahaan, yang dapat mempengaruhi pemisahan Semen Padang dan Semen Tonasa dari Semen Gresik.
Perjanjian-perjanjian tersebut antara lain adalah adanya Medium Term Notes(MTN) I sebesar AS$162,21 juta yang diperoleh dari kreditur/investor yang akan jatuh tempo pada Januari 2002 dan MTN II sebesar Rp214,6 miliar dan akan jatuh tempo pada April  2002. Dengan adanya MTN tersebut, rencana spin off akan dapat ditindaklanjuti setelah jatuh tempo MTN. Alternatif lainnya, dapat ditindaklanjuti sebelumnya, dengan syarat MTN tersebut dilunasi terlebih dulu. Demikian juga bagi para kreditur yang lain, mereka mempunyai hak yang sama dan juga dilindungi oleh undang-undang.
Kasus Pemisahan
Pemisahan adalah perbuatan hukum yangb dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan passiva Perseroan yang beralih karena hukum kepada dua atau lebih atau sebagian aktiva dan passiva Perseroan beralih karena hukum kepada perseroan atau lebih. Pemisahan merupakan perbuatan hukum yang sama dengan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, pemisahan sebagi perbuatan hukum yang tunduk pada ketentuan UUPT 2007.
Pada pasal 135 mengatur tentang pemisahan perseroan yaitu Pemisahan Murni dan Pemisahan tidak murni menurut penjelasan pasal 135 ayat 1 huruf b perbedaan pokok keduanya adalah pada Pemisahan Murni aktiva dan passiva beralih karena hukum dari Perseroan yang melakukan pemisahan kepada Perseroan yang menerima peralihan adalah seluruhnya...........

Semoga Bermamfaat...